Indonesia masih menjadi negara dengan angka kematian ibu hamil tertinggi di Asia Tenggara, yakni 373 per seratus ribu kehamilan. Jumlah ini sangat tinggi dibandingkan Filipina yang 280, atau bahkan dibandingkan negara seperti Vietnam yang memiliki angka kematian ibu hamil sebesar 160.
Penyebab terbesar kematian ibu hamil adalah perdarahan (46 persen). Terjadinya perdarahan yang berujung pada kematian ibu hamil utamanya berkaitan dengan masalah pelayanan kesehatan.
Menurut ahli kandungan Prof Gulardi Wiknyosastro SpOG, aborsi tidak aman, kendati secara mandiri tidak pernah tercatat sebagai penyebab kematian ibu, sebenarnya turut menjadi penyumbang kematian ibu hamil. Aborsi tidak aman tersebut terselubung dalam angka perdarahan yang menjadi penyebab utama kematian ibu.
Menurut perkiraan, sebanyak 11 persen persen dari jumlah perdarahan yang berujung pada kematian ibu disebabkan karena aborsi yang tidak aman. Bahkan Dirjen Binkesmas Depkes Prof Azrul Azwas pada tahun 2000 lalu
memperkirakan jumlah tersebut mencapai 50 persen.
”Kematian ibu hamil tidak perlu terjadi kalau saja aborsi dilakukan dengan aman. Karena itu harus dicerahkan bahwa aborsi yang aman dapat dilakukan degan baik untuk kepentingan kedokteran,” ungkap Gulardi.
Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Aborsi, ujar Gulardi, bisa terjadi secara tidak disengaja, atau yang disebut dengan keguguran, dan bisa pula dilakukan dengan sengaja.
Gulardi mengatakan bahwa aborsi sebenarnya bisa dilangsungkan secara aman. Aborsi yang aman tersebut jika dilakukan sebelum janin berumur 12 minggu, oleh dokter yang terlatih, tanpa paksaan, serta melalui tahapan konseling. Usia 12 minggu merupakan awal dimana janin mulai menampakkan bentuk sebagai bayi.
”Celaka kalau aborsi dilakukan secara tidak aman, yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih dan tidak mengikuti prosedur kesehatan,” ujar wakil ketua Yayasan Kesehatan Perempuan ini.
Dilihat dari ilmu kedokteran, teknik aborsi bisa dilakukan dengan dua cara, yakni melalui obat-obatan (aborsi medisinalis) dan tindakan medik (aborsi surgical) melalui teknik yang disebut manual vacuum aspiration (disedot), maupun yang menggunakan sengatan listrik. Gulardi mengatakan, indikasi yang paling penting untuk melakukan aborsi adalah indikasi ibu, baik indikasi fisik maupun mental dari ibu. Bagi seorang ibu yang mengidap kelainan jantung misalnya, aborsi menjadi penting untuk dilakukan mengingat proses kehamilan dan melahirkan bisa mengancam keselamatan jiwanya.
”Kalau indikasi seperti ini, maka akan senang hati kita lakukan,” ungkap staf bagian kebidanan FKUI/RSCM ini. Namun di luar itu, seringkali terdapat masalah yang lebih kompleks yang menjadi alasan dilakukannya aborsi, yakni masalah mental dan sosial yang akan dihadapi ibu kelak. Tingginya angka aborsi juga disebabkan oleh kegagalan kontrasepsi. Menurut Gulardi, Jika diperkirakan lima persen dari 27 juta pengguna KB di Indonesia mengalami kegagalan (yang berarti 1,3 juta), maka 30 persennya akan memilih aborsi.
Menurut statistik internasional pada tahun 1999, setiap tahun terdapat sekitar 210 juta ibu yang hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 46 juta di antaranya melakukan aborsi, dan hampir setengahnya melalui cara-cara yang tidak aman (sekitar 20 juta). Akibatnya, terdapat 70 ribu kematian ibu akibat melakukan aborsi tidak aman setiap tahunnya, sementara empat juta lainnya mengalami kesakitan Indonesia merupakan salah satu negara yang melarang praktek aborsi. Hal ini ditegaskan dalam UU Kesehatan No 23 tahun 1991. Bahkan KUHP dengan tegas melarang tindakan aborsi apapun alasannya.
Sementara di negara lain, kebijakan mengenai aborsi berbeda-beda. Brasil, Aljazair, Mesir, Arab Saudi, Thailand, dan Malaysia, merupakan negara yang tidak secara mutlak melarang praktek aborsi. Brasil umpamanya, memperbolehkan aborsi jika nyawa ibu terancam atau jika janin yang dikandung merupakan hasil perkosaan. Sementara Aljazair, Arab Saudi, Malaysia, dan Thailand memperbolehkan aborsi jika faktor fisik atau mental ibu yang menjadi pertimbangan. Sementara di AS, Tunisia, Belgia dan Italia, aborsi diperbolehkan jika memang ada permintaan dari ibu. Gulardi memandang negara-negara tersebut sebagai negara yang lebih rasional.
Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K. Susilo mengatakan bahwa banyaknya permintaan untuk melakukan aborsi di masyarakat merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Menurutnya, harus dibedakan antara aborsi dengan pembunuhan (infanticide). Aborsi adalah penghentian kehamilan sebelum 12 minggu, sementara pembunuhan bila dilakukan pada janin di atas lima enam bulan. ”Kalau aborsi dilakukan dengan aman, sebelum 12 minggu, oleh petugas terlatih, dan melalui konseling, bukan pembunuhan. Dalam Islam nyawa ditiupkan dalam 120 hari usia janin,” paparnya.
Ia menyayangkan anggapan yang mengatakan penyebab aborsi selalu hal yang bersifat amoral. Padahal, banyak aborsi yang dilakukan karena kegagalan kontrasepsi, kondisi sosio ekonomi keluarga, usia ibu terlalu muda atau tua, kondisi kesehatan ibu, serta akibat korban perkosaan .
Anggapan yang salah ini antara lain disebabkan karena pemberitaan di medua massa yang masih timpang tentang aborsi. ”Media massa memandang aborsi dari sisi ilegalnya saja tanpa menyinggung dari sudut kebutuhan perempuan,” ungkapnya.
Sebagai contoh, ujarnya, banyak media yang menulis bahwa aborsi merupakan bukti semakin gawatnya seks bebas di kalangan remaja. ”Padahal dari dua juta kasus aborsi yang diperkirakan terjadi setaip tahun di Indonesia, 70 persen-nya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga yang sebenarnya mempunyai kehidupan yang harmonis,” ujarnya.
”Budaya Indonesia umumnya menolak tindakan aborsi secara medis, tapi praktek-praktek tradisional seperti minum jamu-jamuan atau pijat-pijatan untuk memancing menstruasi adalah hal yang biasa dilakukan,” ujar
anggota Komnas HAM ini.
Zumrotin menilai, cara untuk menurunkan praktek aborsi tidak aman adalah dengan melahirkan perundang-undangan yang mengatur masalah aborsi dengan jelas. Menurutnya, jika Indonesia tetap melarang aborsi, maka posisi
indonesia tidak akan pernah beranjak sebagai negara dengan angka kematian ibu tertinggi
copy paste? silahkan, tidak dilarang. Tapi minta tolong supaya dicantumkan link sumbernya, anda lebih keren.
— April 3, 2005