5 CARA TEPAT MENJALIN KELEKATAN

“Si kecil jangan terlalu sering digendong, Bu. Nanti manja, lo.” “Jangan sering dipeluk, nanti suka caper (cari perhatian).” “Kalau nangis, biarkan saja dulu, nanti juga diam. Takut jadi cengeng, dikit-dikit nangis.”

Maksud orang tua sih ingin memberikan perhatian dan kasih sayang yang seutuhnya pada si kecil. Namun terkadang ada kecemasan; jangan-jangan nanti anakku malah jadi manja, cengeng, dan sebagainya. Bagaimana agar hal ini tidak terjadi?

Sebelumnya perlu diketahui, menangis merupakan komunikasi yang efektif bagi bayi. Dengan cara itulah ia memberitahukan pada orang di sekitarnya bahwa dirinya haus, lapar, ingin ditemani, digigit serangga, popoknya basah, dan sebagainya. Nah, jika ajakan tangisan bayi tidak segera ditanggapi, karena khawatir nanti ia jadi cengeng, manja, dan lain-lain besar kemungkinan akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan di kemudian hari.

Salah satunya, kelekatan antara orang tua dan si kecil tidak terjalin secara utuh. Tentu kondisi ini akan menim-bulkan berbagai efek buruk. Di antaranya:

* Gangguan pola makan

Rasa lapar yang tidak segera dipenuhi membuat bayi menderita dan frustrasi. Namun di satu sisi, bayi mencoba melakukan adaptasi terhadap rasa laparnya. Bila adaptasi ini berkembang menjadi pola, maka bayi cenderung tak suka makan dan orang tua menganggapnya sulit makan.

* Mencari perhatian pada orang lain

Si kecil berusaha mencari perhatian pada orang lain selain orang tuanya. Mengapa? Karena dia merasa kurang mendapatkan kasih sayang yang utuh sebagai akibat proses kelekatan yang kurang baik. Dia tidak merasa puas dengan situasi dan perlakuan yang diterimanya.

* Konsep diri negatif

Anak yang tidak lekat atau kurang mendapat perhatian dari orang tua akan merasa tidak disayang dan tidak berharga. Perasaan ini mendorongnya untuk membangun konsep diri yang negatif. Konsep diri seperti ini membuatnya sulit mandiri dan berdisiplin. Alhasil, di tahap usia selanjutnya anak mudah mengadopsi perilaku buruk, seperti mencuri, berbohong, menyakiti, dan sebagainya.

* Kemampuan sosialisasi terhambat

Anak sulit beradaptasi dengan lingkungan sendiri apalagi lingkungan baru. Dia juga sulit menerima orang lain dan juga sulit memenuhi kebutuhan emosionalnya. Dia tumbuh menjadi pribadi yang sulit.

* Sulit memahami sesuatu

Kurangnya kelekatan akan menyebabkan anak mengalami masalah pembelajaran. Kemampuan memahami/menangkap instruksi tergolong lambat. Ia juga kesulitan memahami peristiwa yang dialami sehari-hari. Selain sulit belajar dari kesalahan yang dilakukannya, anak pun akan sulit memahami mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang baik dan tidak baik, serta mana yang salah dan benar.

5 YANG MELEKAT

Lantas, bagaimana cara membangun kelekatan yang tepat dengan si kecil?

  1. Menangggapi tangisan si kecil dengan baik

Ada anggapan bahwa tangisan bayi tak perlu selalu ditanggapi lantaran bisa mengakibatkannya jadi manja, cengeng, dan sebagainya. Apalagi ada juga kepercayaan membiarkan bayi menangis justru merangsang jantungnya menjadi lebih kuat. Tapi sekali lagi, hanya dengan menangislah bayi mencoba mengutarakan keinginan dan kebutuhannya. Coba bagaimana jadinya kalau orang tua kurang merespons kebutuhannya itu?

Solusinya, penuhilah kebutuhan si kecil. Curahkan perhatian dan kasih sayang yang penuh dengan memberikan pelukan, dekapan, dan senyum yang dapat membuatnya merasa aman dan nyaman berada di dekat ayah/ibunya. Tak perlu harus dengan selalu menggendongnya. Lebih baik, berikan perhatian dan kehangatan sambil menstimulasinya lewat aktivitas bermain. Bisa dengan mengenalkan berbagai warna, bentuk, dan tekstur, mengenalkan suara, dan sebagainya.

  1. Memberikan ASI eksklusif

Terbukti ASI memberikan banyak manfaat bagi bayi. Secara psikologis, umpamanya, aktivitas menyusui yang melibatkan sentuhan, elusan, senyuman, kontak mata yang intensif dan sebagainya berguna untuk menjalin hubungan emosional yang erat antara ibu dengan bayi.

Yang perlu diketahui, menyusui bukan hanya melibatkan ibu dan bayi. Ayah juga harus mendukung dengan membuat suasana hati ibu tenang, relaks, dan tidak stres. Dengan begitu, produksi ASI diharapkan melimpah dan mencukupi kebutuhan sang bayi.

  1. Membina pola komunikasi yang baik

Alangkah baiknya jika komu-nikasi dari orang tua telah terjalin sejak bayi masih dalam kandungan. Komunikasi seperti ini akan membentuk ikatan emosional antara ayah-ibu dengan si calon bayi. Jadi, ajaklah janin berbincang-bincang atau nyanyikanlah lagu-lagu yang lembut untuknya. Nah, setelah si kecil lahir, pola komunikasi mesti lebih diaktifkan. Selain mensti-mulasi kemampuan bicara dan pendengaran, mengajak bayi berbicara membentuk pola kelekatan yang baik.

  1. Kualitas dan kuantitas berinteraksi

Ada pendapat bahwa kualitas pertemuan dengan anak lebih penting ketimbang kuantitasnya. Pendapat ini ternyata kurang tepat karena sebaiknya kedua unsur tersebut terpenuhi secara optimal. Asal tahu saja, kelekatan yang positif membutuhkan kehadiran ayah dan ibu sekaligus. Lantaran itu, merancang waktu bersama bayi secara konsisten amatlah disarankan melalui aktivitas jalan-jalan, menyuapi, memandikan, bermain, dan sebagainya. Dengan begitu bayi tetap lebih lekat pada kedua orang tuanya, bukan pada pengasuh. Kalau seluruh pengasuhan diserahkan kepada orang lain, jangan heran jika bayi akan merasa diabaikan. Kelak, perkembangan psikologisnya terhambat dan terganggu seperti dijelaskan tadi.

  1. Siap fisik dan mental

Menjadi orang tua memang mesti siap secara fisik maupun mental. Banyak yang bilang, dirinya merasa “berubah” ketika sudah berumah tangga dan mendapat momongan. Berbagai tantangan menghadang, dari repotnya mengasuh si kecil sampai aneka masalah yang timbul tanpa diduga. Tak salah kalau ada yang ber-komentar, menjadi orang tua itu tidak mudah. Akan tetapi dengan bermodalkan mental yang kuat, tenang dan sabar, tentunya proses menjadi orang tua dapat dijalani dengan baik.

PENTINGNYA IKATAN EMOSIONAL

Lantas apa manfaat yang dapat dipetik jika ayah-ibu berhasil menjalin kelekatan yang baik dengan bayinya?

* Mandiri dan disiplin

Kelekatan yang proporsional, tidak akan menyebabkan bayi manja atau cengeng tapi justru menjadikannya mudah belajar mandiri dan disiplin. Kenapa bisa begitu? Orang tua yang mencurahkan perhatian sepenuhnya pada bayi dengan dibarengi rasa sabar akan membuatnya merasa dipahami. Sebagai timbal balik-nya anak akan lebih mudah menerima bimbingan dan arahan dengan baik.

* Percaya diri dan mampu mengembangkan diri secara optimal

Ikatan emosional yang terjalin baik akan membuat orang tua mampu menghargai si kecil secara lebih proporsional. Kelak bayi merasa percaya dan yakin bahwa dirinya mampu dan berharga.

* Dapat menjalin hubungan interpersonal dengan baik

Kelekatan merupakan dasar

dari hubungan interpersonal. Maksudnya, hubungan yang baik antara orang tua dan bayi, kelak akan diadopsi pada kehidupan sosial si kecil. Dukungan, perhatian, dan kasih sayang orang tua dapat membuat ia percaya pada orang lain. Kelak si kecil mampu membina hubungan yang baik dengan teman serta orang-orang di sekitarnya. Dia pun mampu bersimpati dan berempati pada orang lain.

POLA PENGASUHAN YANG BURUK

Ada beberapa kondisi orang tua yang dapat memengaruhi kelekatan, yakni:

* Cara mengasuh yang tidak konsisten

Mendidik dan mengasuh anak harus dilakukan secara konsisten. Jika tidak, anak menjadi tidak respek pada ayah-ibunya. Akibatnya, akan timbul masalah di antara orang tua dan anak yang memengaruhi kelekatan baik secara fisik maupun emosional keduanya.

* Pola pengasuhan yang tidak kompak

Pola pengasuhan yang berbeda-beda, antara suami dengan istri, antara orang tua dengan nenek-kakek, umpamanya, akan menyebabkan anak jadi “bingung”. Ia jadi sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kelekatan yang dibangun tidak stabil dan tidak maksimal hasilnya.

* Kendala kejiwaan ayah/ibu

Hal penting lain adalah faktor psikologis orang tua. Kendala kejiwaan pada ayah ataupun ibu tentunya berpengaruh negatif pada si kecil. Contoh, ayah atau ibu yang mengalami stres menyebabkan mereka tidak peka terhadap kebutuhan anak. Proses komunikasi menjadi tidak lancar. Perhatian tidak diberikan secara intensif. Orang tua bersikap sensitif serta cenderung bersikap emosional ketimbang rasional. Alhasil, kelekatan tidak terjalin.

JIKA “TERLALU” LEKAT

Adakalanya kelekatan membuat orang tua jadi sulit “bergerak”. Saat ditinggal sebentar saja, bayi sudah rewel, gelisah, tidak tenang bahkan menangis terus-menerus. Lalu, bagaimana cara mengatasi hal ini? Berikut tip yang bisa dilakukan:

  • Bermain cilukba

Seiring dengan bertambahnya usia, rasa takut ditinggal sebenarnya akan terkikis secara bertahap. Namun itu membutuhkan proses. Nah, untuk sementara inikalau si kecil berteriak-teriak jika tidak melihat seseorang pun yang menemaninyasolusinya bisa dicoba dengan bermain cilukba. Tutupi mata si kecil dengan sapu tangan tipis selama beberapa detik, lalu bukalah, sambil kita berujar “cilukba!”. Dari situ dia belajar “terpisah” dari orang tuanya dan belajar untuk tidak takut menghadapi perpisahan. Si kecil bisa memaklumi ketidakhadiran ayah atau ibu yang hanya sementara itu.

  • Selalu berpamitan jika hendak pergi

Saat akan keluar rumah, ke kantor misalnya, biasakan untuk pamit pada si kecil. Katakan, “Mama harus bekerja untuk cari uang. Uangnya untuk beli makanan dan mainan Adek. Jadi Adek di rumah sama Mbak, ya!” Komunikasi seperti ini selain dapat membuat si kecil mengerti tujuan orang tuanya bekerja, juga dapat membuatnya secara mental lebih siap kala ditinggal pergi orang tuanya. Ditinggal pergi diam-diam akan membekaskan trauma pada anak. Ia merasa orang tuanya telah “lenyap” mendadak. Bila esoknya si kecil akan ditinggal kembali, ia akan sekuat tenaga menahan orang tuanya untuk tidak pergi. Dari sini juga bisa timbul kelekatan yang tidak sehat karena didasari perasaan tidak aman.

  • Alihkan perhatian

Cobalah untuk mengalihkan perhatian anak dengan memberinya kegiatan bersama pengasuh atau kakaknya. Libatkan diri sebentar. Ketika perhatian si kecil sudah terfokus pada kegiatannya, barulah kita bisa pergi sambil mengatakan, “Sekarang Adek main dengan Mbak/Kakak, ya. Ibu mau pergi dulu sebentar.” Pilihlah kegiatan yang pada saat itu benar-benar disukai anak. Hindari kegiatan yang membosankan karena tidak akan berhasil untuk mengalihkan perhatiannya.

copy paste? silahkan, tidak dilarang. Tapi minta tolong supaya dicantumkan link sumbernya, anda lebih keren.

— April 6, 2004

What Do You Think?

Thanks elo © 2018